Perilaku anak di masa pertumbuhan sudah bisa diperkirakan sejak masih bayi. Jika sejak bayi sudah sering ngorok dan memiliki masalah pernapasan saat tidur, maka anak tersebut tersebut lebih rentan mengalami kegelisahan dan hiperaktif.
Menurut penelitian terbaru di Albert Einstein College of Medicine,
gangguan pernapasan saat tidur bisa menandakan risiko gangguan perilaku
di kemudian hari. Pada anak usia 9-69 bulan, ngorok dan henti napas
saat tidur berhubungan dengan risiko hiperaktivitas.
Jika bayi
mulai ngorok pada usia tersebut, maka risikonya untuk menjadi hiperaktif
saat berusia 7 tahun meningkat 60 persen. Bahkan ketika kebiasaan
ngorok tersebut hilang pada usia 18 bulan, risiko menjadi hiperaktif
masih lebih tinggi 40-50 persen.
Pada bayi-bayi yang mengalami
gejala paling buruk dari gangguan pernapasan saat tidur, risiko gangguan
perilaku di usia 7 tahun teramati makin tinggi. Hiperaktivitas hanya
salah satunya, selain itu masih ada masalah sosial lainnya yang bisa
dialami anak-anak tersebut.
Dalam penelitian tersebut, gangguan
pernapasan saat tidur pada bayi juga dikaitkan dengan perasaan gelisah
serta risiko depresi setelah berusia 7 tahun. Peningkatan risiko depresi
dan kegelisahan pada anak-anak yang ngorok sejak bayi teramati 32-65
persen lebih tinggi.
Meski demikian, risiko gangguan perilaku
bukan satu-satunya hal yang perlu dikhawatirkan. Gangguan pernapasan
saat tidur lebih banyak berkaitan dengan kualitas tidur, sehingga akan
lebih mempengaruhi kebugaran fisik dan mental serta daya tahan tubuh
anak.
"Temuan ini menunjukkan, gangguan pernapasan saat tidur
butuh perhatian lebih sedini mungkin," kata Karen Bonuck, PhD yang
melakukan penelitian itu seperti dikutip dari Medpagetoday, Senin (5/3/2012).
Pengamatan
dan penanganan seperti operasi amandel kadang juga perlu diperlukan
untuk mengatasi gangguan pernapasan saat tidur. Dalam beberapa kasus,
ngorok dan gangguan pernapasan lain pada anak hanya dipicu oleh tonsil
atau amandel yang membesar.
Sumber : detik.com
Posting Komentar